INFO PTK

Standar

Bagi Bapak / Ibu guru yang ingin melihat laporan hasil up load data guru di DAPODIK bisa klik di bawah :
http://223.27.144.195/info.php
atau :
http://223.27.144.195:8083/info.php

Tetapi memang harus sabar menunggu soalnya memang servernya agak lambat mungkin karena banyak yang akses.
Jika muncul gambar berikut:
ptk
Isikan NUPTK dan user name menggunakan urutan tahun, bulan, dan tanggal lahir, seperti penjelasan berikut:
ptk2

Selanjutnya akan muncul data perorangan sesuai NUPTK yang diminta.

MENGUKUR KECERDASAN OTAK (IQ)

Standar

Pada saat ini dunia pendidikan, terutama guru-guru disibukkan dengan adanya Uji kompetensi Guru oleh Kemendiknas. Dengan kebijakan itu tidak sedikit guru yang merasa terbebani terutama bagi mereka yang belum “ramah” dengan komputer apalagi internet. Hasil UKG yang sudah dilaksanakan pun tidak begitu mengembirakan dalam persoalan nilai. Artinya kemampuan guru dalam hal paedagogik masih perlu dipertanyakan.
Terkait dengan itu banyak pihak yang menganggap UKG tidak beitu penting, namun Pak Menteri tetap menganggap ini program dalam rangka meningkatkan kualitas guru di Indonesia sehingga harus tetap jalan.
Terlepas dari pro dan kontra menurut kami guru memang harus lebih dini mengetahui kemampuan diri sendiri karena dalam keseharian guru sering dipusingkan dengan kondisi anak yang bermacam-macam kemampuan dirinya yang terkadang kita tidak menyadarinya sehingga guru hanya senang pada anak yang cerdas dari pada yang tidak cerdas, padahal kita sendiri belum tahu apa IQ kita termasuk pada tingkatan cerdas atau justru di bawah cerdas.
Oleh karena itu bagi para guru yang ingin mengukur kemampuan IQ nya silakan gabung di alamat berikut:
http://www.quickiqtest.net/
SELAMAT MENCOBA SEMOGA PARA GURU INDONESIA TERGOLONG BER-IQ DI ATAS RATA-RATA.

UJIAN NASIONAL ATAU UJI KOMPETENSI

Standar

Setiap tahun ketika diadakan ujian nasional, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA) dan yang sederajat selalu muncul persoalan. Untuk tahun ini yang paling menghiasi media adalah berita tentang keterlambatan soal di beberapa daerah. Sebenarnya untuk persoalan distribusi memang kadang sulit diprediksi karena memang kondisi geografis Indonesia yang sangat luas sehingga mesti ada kasus seperti ini di setiap tahun meskipun mungkin tidak separah tahun ini. Kembali pada tujuan dasar penyelenggaraan Ujian Nasional dalam rangka pemetaan kompetensi siswa secara nasional maka persoalan-persoalan yang terjadi sebenarnya telah mempengaruhi tujuan dasar tersebut. Taruhlah misalnya standarisasi kompetensi siswa yang diharapkan tetapi apakah ini akan maksimal jika dalam prosesnya ada keterlambatan soal, soal yang diujikan tidak sesuai dengan jadwal, LJK (lembar jawaban komputer) yang difotokopi, kecurangan-kecurangan yang sangat konspiratif dan sistematis dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh eksternal tersebut jelas-jelas akan mempengaruhi persiapan internal yang dilakukan siswa sebelumnya. Dengan kondisi seperti itu masihkah kita percaya pada out put yang dihasilkan, kalaupun masih demikian sebenarnya kita telah bertindak tidak adil pada siswa kita.
Janji kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional yang selalu akan mengevaluasi pelaksanaan UNAS setiap tahun harus kita pahami sebagai sebuah upaya internal institusi namun sekiranya dengan formula apapun sudah tidak menunjukkan peningkatan kualitas yang signifikan maka sebaiknya bukan perbaikan (renovasi) tetapi membangun kembali (rekonstruksi) program baru terkait pemetaan kompetensi siswa secara nasional.
Problem solving yang bisa dijadikan referensi adalah UKS (Ujian Kompetensi Siswa). Jika Tenaga Pendidik telah mengalami UK (Ujian Kompetensi) secara nasional maka mengapa tidak jika program ini juga berlaku untuk siswa. Ini kalau memang tujuan UNAS dan UK ada relefansi tetapi jika memang ada tujuan-tujuan lain di luar itu maka UNAS dengan segala carut marutnya ini akan terus berjalan dan setiap tahun akan ada saja “korban” yang berjatuhan.

Antara TPP dan BOS

Standar

Usaha pemerintah dalam mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan membidik dua sasaran penting yaitu dengan memberi tunjangan 1 x gaji bagi tenaga pendidik dan memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah bagi lembaga pendidikan. Dari dua aspek garapan tadi tentu endingnya harus pada peningkatan mutu. Namun di lapangan tentu tidak seperti yang ada dalam bayangan kita semua. Guru yang menerima TPP masih belum memberi sebuah perubahan yang signifikan sementara BOS belum banyak menyentuh kebutuhan dasar di stiap lembaga.
Fenomena yang terjadi ketika seorang guru senior, yang telah lama mengabdi, begitu menerima tunjangan dianggapnya sebuah anugerah atas jerih payahnya selama ini yang sudah dilakukan puluhan tahun. Artinya setelah TPP diterima mereka tidak banyak bergerak memposisikan diri sebagi agen perubahan seperti yang diharapkan.
Sementara Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam kenyataanya tidak sebanding dengan kebutuhan sekolah. Apalagi harus berimbang dengan jumlah murid yang ada. Hal ini tidak memungkinkan bagi sekolah yang ingin berkembang dalam hal sarana pembelajaran. Betapa tidak, BOS hanya cukup untuk kebutuhan rutin semisal biaya ulangan, ATK, dan buku ajar. Sementara sistem pembelajaran sudah mengarah pada IT (teknologi Informasi) dengan daya dukung sarana komputer dll. Kapan kebutuhan ini akan terpenuhi sementara BOS sendiri pencairannya tidak setiap bulan ? dan kapan sekolah-sekolah yang minim jumlah siswa bisa memiliki sarana yang lengkap sementara tidak ada kontribusi masyarakat (sekolah gratis) ?

Tunjangan Profesional Pendidik dan Perbaikan Mutu Pendidikan

Standar

TPP (Tunjangan Profesional Pendidik) pada mulanya adalah sebuah upaya mengangkat kesejahteraan para pahlawan tanpa tanda jasa di negeri ini. Perjuangan ini dipandegani oleh organisasi profesi PGRI baik di pusat maupun di daerah. Saat Undang-Udang Guru dan Dosen di proses dan sampai pada diundangkan telah jelas bahwa upaya mensejahterakan para pendidik ini tentu juga harus dibarengi dengan peningkatan kinerja sebagai seorang profesional.
Sudah banyak para pendidik yang menikmati jerih payah perjuangan organisasi profesinya ini (baca:PGRI) sehingga tak jarang dengan tambahan penghasilan ini para guru mulai sedikit ada peningkatan pada sektor ekonominya. Contoh kecil, mereka yang semula belum punya mobil bisa beli mobil, bisa memperbaiki rumah, atau membeli sepeda motor baru, atau bahkan bisa mengangsur biaya ONH. Semuanya tentu patut kita syukuri bersama.
Akan tetapi dikemudian hari ternyata lagi-lagi kebijakan pemberian TPP bagi guru yang besarnya satu kali gaji ini harus mendapat perhatian serius dari semua pihak, terutama mereka yang getol terhadap perjuangan perbaikan mutu pendidikan. Guru yang dianggap sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan harus mendapat sorotan tajam jika ternyata gagal.
….. (bersambung)